Blog Islam Sehari-hari Alquran dan Hadist

Hukum dan Ketentuan Mahar Pernikahan dalam Islam

Nilai mahar dalam pernikahan sudah ditentukan dalam Islam. (Ilustrasi)
Nilai mahar dalam pernikahan sudah ditentukan dalam Islam. (Ilustrasi)

Maa akram al-nisaa illa karim. wa maa ahanahunna illa laiim.

(Hanya orang yang mulia yang bisa memuliakan wanita. Dan hanya orang yang rendah budi yang merendahkan wanita). Demikain terungkap dari Jauharotun Nafisah, Nikah Membawa Berkah.

Dalam masyarakat secara umum, wanita selalu dianggap makhluk dengan fisik yang lemah, sedang laki-laki dianggap punya kekuatan fisik yang lebih ketimbang wanita. Tapi, kenyataannya, kita menyaksikan ibu-ibu bekerja di rumah sejak bangun pagi hingga menjelang tgidur, tanpa henti.

Meski tidak semua itu menjadi kewajibannya, tapi para ibu mengerjakannya sebagaimana suatu kewajiban.

Wanita-wanita itu mencintai suami dan anak-anak mereka dengan sepenuh hati dan seluruh pikiran. Di sinilah, hendaknya para suami pun memperlakukan istri dengan penuh kasih sayang. Tak seharusnya terhadap wanita, istri dan ibu, dilekatkan beban-benan berat.

Menikah Sunnah Rasululllah SAW

Menikah adalah salah satu ibadah sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW). Dengan menikah, seseorang akan memulai hidup baru bersama pasangan suami atau istri untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah (Samawa).

Sebelum sampai pada proses pernikahan, ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi oleh seseorang. Dari mulai mengenal kepribadian calon pasangan, lamaran, serta harus memenuhi syarat dan rukun menikah.

Menikah dilakukan untuk menyempurnakan separuh agama dan merupakan sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah bersabda:

"Menikah adalah sunnahku (Sunnah Rasulullah), barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku berarti bukan dari golonganku." (Ibnu Majah).

Agar ibadah menjadi sempurna dan sah, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh calon mempelai pengantin untuk memasuki gerbang pernikahan. Salah satunya adalah menyiapkan mahar untuk mempelai wanita. Saat proses ijab qabul, pihak laki-laki wajib memberikan mahar atau maskawin kepada mempelai wanita.

Dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 4, Allah berfirman:

Lafadz:

"Wa aatun-nisaa'a saduqaatihinna nihlah, fa in tibna lakum 'an syai'im min-hu nafsan fa kuluhu hanii'am marii'aa."

Artinya:

"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya."

Ketentuan-Ketentuan Mahar.

Sebelum melangsungkan ke jenjang pernikahan, seorang Muslim harus memahami ketentuan-ketentuan mahar yang akan diberikan kepada calon istri.

Berikut ketentuan-ketentuan terkait mahar sebagaimana diajarkan dalam Islam.

1. Memberikan Mahar yang Layak.

Meskipun wanita sebaiknya meringankan maharnya, bukan berarti pihak laki-laki memberi mahar seenaknya untuk mempelai wanita tanpa dilihat terlebih dahulu kelayakan maharnya.

Dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 25, Allah berfirman:

Lafadz:

"Wa mal lam yastati' mingkum taulan ay yangkihal-muhsanaatil-mu'minaati fa mimmaa malakat aimaanukum min fatayaatikumul-mu'minaat, wallaahu a'lamu bi'iimaanikum, ba'dukum mim ba'd, fangkihuhunna bi'izni ahlihinna wa aatuhunna ujurahunna bil-ma'rufi muhsanaatin gaira musaafihaatiw wa laa muttakhizaati akhdaan, fa izaa uhsinna fa in ataina bifaahisyatin fa 'alaihinna nisfu maa 'alal-muhsanaati minal-'azaab, zaalika liman khasyiyal-'anata mingkum, wa an tasbiru khairul lakum, wallaahu gafurur rahiim."

Artinya:

"Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Laki-laki hendaknya memberikan mahar kepada mempelai wanita sesuai dengan keberadaan wanita tersebut. Keberadaan yang dimaksud dapat dilihat dari segi hubungan dengan aspek kemasyarakatan, adat kebudayaan, dan tingkat kematangan akalnya.

2. Mahar Disunnahkan Mudah.

Dalam suatu hadits, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW) bersabda:

"Wanita yang paling besar berkahnya ialah wanita yang paling mudah (murah) maharnya." (H.R. Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

Seorang wanita berhak mendapatkan mahar dari calon suaminya. Namun, permintaan mahar ini alangkah baiknya adalah mahar yang sederhana sesuai kesanggupan dan tidak membebani calon suami. Sebaliknya, untuk calon suami dengan penghasilan di bawahnya, sesuaikan mahar dengan kemampuannya.

3. Batas Minimal Ukuran Mahar.

Dalam suatu hadits, Rasulullah Saw bersabda:

"Carilah (mahar) meskipun berupa cincin yang terbuat dari besi." ( HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Hadits tersebut menjelaskan batas minimal mahar, yang mana cincin besi memiliki harga tidak lebih dari 3 dirham. Oleh karena itu, harta baik sedikit maupun banyak dapat dijadikan mahar. Hadits lain kemudian menyebutkan bahwa memberikan kemudahan dalam soal mahar lebih diutamakan Islam. Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya pernikahan yang paling besar berkahnya adalah pernikahan yang paling ringan maharnya." (HR. Ahmad dan Baihaqi dari jalur ‘Aisyah).

4. Separuh mahar tidak wajib dibayar apabila bercerai sebelum melakukan hubungan suami istri.

Jika suami menceraikan istrinya sebelum menggaulinya atau sebelum melakukan hubungan intim suami istri, maka separuh mahar tidak wajib dibayarkan dan suami hanya berkewajiban membayar separuhnya saja.

Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 237 yang berbunyi sebagai berikut:

Lafadz:

"Wa in tallaqtumuhunna ming qabli an tamassuhunna wa qad faradtum lahunna fariidatan fa nisfu maa faradtum illaa ay ya'funa au ya'fuwallazii biyadihi 'uqdatun-nikaah, wa an ta'fuu aqrabu lit-taqwaa, wa laa tansawul-fadla bainakum, innallaaha bimaa ta'maluna basiir."

Artinya:

"Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan."

5. Ketentuan Mahar saat Suami Meninggal Dunia.

Jika suami meninggal setelah akad dan sebelum menggauli atau melakukan hubungan suami istri, maka istri berhak mewarisinya. Istri berhak mendapatkan maharnya secara utuh, jika maharnya sudah ditentukan.

Meski begitu, bila maharnya belum ditentukan, maka istri berhak mendapatkan mahar sebesar wanita yang selevel dengannya dan ia menjalani masa iddah sepeninggal suaminya.

Catatan Cinta Suami-Istri

Jikalau seseorang ditanya mengenai cinta yang tumbuh di hati, maka spontanitas mereka, pasangan suami-istri, akan menjawab karena cinta.

Walau bagaimanapun, cinta ya memang cinta adapun penjelasannya memanglah sangat sulit untuk dijelaskan.

Hanya kedua hati yang dapat mengerti dan menjelaskan apa itu cinta dan bagaimana cinta bisa tumbuh.

"Cinta yang tak bisa dijelaskan, Cintalah yang menjelaskan segalanya."

Demikian semoga bermanfaat. Wallallahu a'lam bisshowab.

Tags