Blog Islam Sehari-hari Sholat

Masjid Agung Baiturrahman Aceh, Siar Islam Dunia

Masjid Agung Baiturrahman Aceh. (Foto: Istimewa)
Masjid Agung Baiturrahman Aceh. (Foto: Istimewa)

Masjid Raya Baiturrahman Aceh merupakan lambang dari rakyat Aceh yang religius, berani, dan nasionalis. Perjalanan sejarah telah membuktikan sejak berdirinya masjid ini hingga sekarang, penuh dengan perjuangan rakyat Aceh yang religius, berani dalam melawan penjajah.

Kini, Masjid Raya Baiturrahman Aceh menjadi ikon kemegahan Kota Banda Aceh. Jadi destinasi utama di Aceh. Ikon Masjid Raya Baiturrahman Aceh juga menjadi salah satu alasan mengapa Kota Aceh disebut sebagai Serambi Makkah.

Sejarah Pembangunan Masjid Baiturrahman Aceh

Beberapa sumber sejarah menyebut bahwa Masjid Raya Baiturrahman didirikan pada 1612, atau tepatnya semasa Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Ada pula yang meyakini bahwa masjid ini telah dibangun lebih awal, yakni oleh Sultan Alaidin Mahmudsyah, pada 1292.

Terlepas dari perbedaan tahun pembangunannya, bangunan asli Masjid Raya Baiturrahman sempat terbakar pada masa pemerintahan Sultan Nurul Alam (1675-1678). Sebagai gantinya, dibangunlah masjid baru di lokasi yang sama.

Pusat Pendidikan Agama Islam dan Benteng Pertahanan

Masjid Raya Baiturrahman kala itu menjadi pusat pendidikan Islam karena banyak orang dari Arab, Turki, India, dan Persia yang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu. Meniru konsep dari Nabi Muhammad SAW dengan menjadikan masjid sebagai pusat segala aktivitas kehidupan, mulai dari ibadah, pemerintahan, pendidikan, dan lain-lainnya.

Masjid Raya Baiturrahman juga sempat menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Aceh, salah satu buktinya masjid ini menjadi benteng pertahanan ketika melawan penjajah Belanda. Di masa-masa perang tersebut, masjid ini dipakai oleh pasukan Kesultanan Aceh untuk menyusun strategi dan taktik perang. Tercatat beberapa pahlawan asal Aceh seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien ikut mempertahankan Masjid Raya Baiturrahman.

Dibakar Belanda dan Dibangun Ulang hingga Renovasi

Dalam Agresi Militer Belanda II pada 10 April 1873 yang dipimpin oleh Jenderal van Swieten, Masjid Raya Baiturrahman ini dibahar hingga habis. Perjuangan rakyat Aceh sama sekali tidak surut meski kehilangan Masjid Raya Baiturrahman. Sebaliknya, justru semakin membara. Pihak lawan pun kehilangan Mayjen Khohler. Ia tewas dalam pertempuran di masjid ini.

Empat tahun pasca perang atau tepatnya pada 1879, Masjid Raya Baiturrahman Aceh kembali dibangun oleh pihak Belanda melalui Gubernur Jenderal Van Lansnerge sebagai peredam kemarahan rakyat Aceh.

Perpaduan Arsitektur Mughal, Persia, dan Spanyol

Masjid Raya Baiturrahman Aceh desain pertama kali dilakukan oleh arsitek Belanda yang bernama Gerrit Bruins. Rancangan masjid kemudian di adaptasi oleh L.P. Luijks, sebagai pelaksana pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh kontraktor Cina Lie A Sie.

Gaya arsitektur mengadopsi gaya kebangkitan Mughal, yang dicirikan oleh kubah besar dengan menara-menara mirip Taj Mahal. Kubah hitam uniknya dibangun dari sirap kayu keras yang digabung menjadi ubin.

Interior masjid dihiasi dengan dinding dan pilar yang memiliki relief, tangga marmer dan lantai berasal dari Cina, jendela kaca patri berasal dari Belgia, pintu kayu berdekorasi, dan lampu hias gantung perunggu. Batu-batu bangunannya berasal dari Belanda.

Peletakan batu pertama pembangunan kembali masjid ini dilakukan oleh Tengku Qadhi Malikul Adil, pada 9 Oktober 1879. Pembangunan Masjid Raya Baiturrahman selesai pada 27 Desember 1881 dan diresmikan saat itu juga. Sejak diresmikan, tidak sedikit rakyat Aceh yang menolak untuk beribadah di masjid ini karena dibangun oleh Belanda.

Ketika selesai dibangun oleh Belanda pada 1881, masjid ini memiliki satu kubah dan satu menara. Kubah dan menara lainnya ditambahkan pada 1935, 1958, dan 1982.

Pasca kemerdekaan Indonesia di tahun 1959-1968, masjid ini direnovasi kembali dengan menambahkan dua kubah lagi menjadi lima kubah. Kemudian dua kubah lagi ditambahkan dalam perluasan masjid menjadi tujuh kubah hingga saat ini. Masjid kebanggaan rakyat Aceh ini sangat nyaman karena memiliki banyak fasilitas yang bisa dinikmati oleh jemaah.

Pada 1992, dilakukan pembangunan dengan penambahan dua kubah dan lima menara. Selain itu, dilakukan perluasan halaman masjid sehingga total luas area masjid saat ini menjadi 16.070 meter persegi.

Masjid Raya Baiturrahman Aceh memiliki kolom yang dibuat dari beton. Di sana ditambahkan berbagai ornamen dengan ciri Islam yang kental. Warna kolom yang diberikan sentuhan putih bagai menggambarkan kebersihan dan kesucian masjid ini.

Kokoh Diterjang Tsunami

Tsunami terjadi pada 26 Desember 2004 di Aceh. Saat itu, gulungan ombak setinggi 30 meter telah menyapu ribuan rumah dan menewaskan ribuan orang. Bencana ini juga menimpa negara Sri Langka, India dan Thailand.

Warga rakyat Aceh semakin tebal iman ketika mereka selamat dari air bah tsunami karena berlindung di masjid-masjid. Ada sekitar 27 masjid yang selamat dari terjangan tsunami, salah satunya Masjid Raya Baiturrahman Aceh. Jika orang tipis iman, melihat keajaiban ini diukur dari kekuatan sebuah bangunan saja. Padahal bencana alam ini adalah kehendak Allah SWT.

Namun, Masjid Raya Baiturrahman Aceh seakan-akan hanya dilewati saja oleh tsunami. Gempa bumi berkekuatan 9,1 magnitudo disusul tsunami yang melanda Aceh, tercatat sebagai bencana alam terdahsyat sepanjang abad ke-20.

Upaya renovasi pasca-tsunami menelan dana sebesar Rp20 miliar. Dana tersebut berasal dari bantuan dunia internasional, antara lain Saudi Charity Campaign. Proses renovasi selesai pada 15 Januari 2008.

Memiliki 12 Payung Raksasa

Saat ini, Masjid Raya Baiturrahman mempunyai beragam fungsi selain digunakan untuk sholat, yakni sebagai tempat mengadakan pengajian, perhelatan acara keagamaan seperti maulid Nabi Muhammad SAW, peringatan 1 Muharram, dan salah satu obyek wisata religi di Aceh.

Arsitek yang merancang Masjid Raya Baiturrahman yang baru adalah seorang kapten angkatan darat Belanda bernama Gerrit van Bruins. Untuk menentukan arsitektur masjid, ia juga berkonsultasi dengan Snouck Hurgronje dan penghulu masjid Bandung. Ciri khas Masjid Raya Baiturrahman adalah memakai gaya arsitektur Mughal, ditandai dengan bangunannya yang memiliki menara dan kubah besar, seperti Taj Mahal di India. Keunikan lain masjid ini terlihat pada pintunya, yaitu berupa tiga pintu besar yang terbuat dari kayu dan dihiasi banyak ornamen. Selain itu, interior ciri khas Masjid Raya Baiturrahman dihiasi dengan dinding dan pilar ber-relief, tangga marmer dan lantai dari China, serta kaca patri dari Belgia.

Pembangunan perluasan masjid dan pemasangan payung raksasa dikerjakan pada 2015 oleh kontraktor PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Fungsi payung raksasa sebenarnya untuk menahan terik matahari dan air hujan. Namun disisi lain payung raksasa menambah keindahan Masjid Raya Baiturrahman.

Detik-detik mengembang dan menguncupnya payung raksasa menjadi daya tarik jamaah. Payung yang dikendalikan dengan teknologi komputer ada 12 dan di impor dari Jerman dengan harga per unit payung mencapai miliaran rupiah. Tinggi konstruksi satu payung mencapai 20 meter dengan lebar payung 14 meter.

Tags