Blog Islam Sehari-hari Sholat

Masjid Agung Cirebon Peninggalan Sunan Gunung Jati

Masjid Agung Cirebon atau Masjid Sunan Gunung Jati yang juga dikenal dengan nama Masjid Agung Sang Cipta Rasa. (Foto: Istimewa)
Masjid Agung Cirebon atau Masjid Sunan Gunung Jati yang juga dikenal dengan nama Masjid Agung Sang Cipta Rasa. (Foto: Istimewa)

Masjid Agung Cirebon atau Masjid Sunan Gunung Jati yang juga dikenal dengan nama Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada 1480. Masjid dibangun oleh Wali Songo atas prakarsa Sunan Gunung Jati semasa menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Pembangunannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga dengan arsitek Raden Sepat (dari Majapahit) bersama dengan 200 orang pembantunya (Demak).

Sementara itu, warga Cirebon pada masa itu menamainya Masjid Pakungwati karena terletak dalam komplek Keraton Pakungwati. Sekarang masjid ini terletak di depan Keraton Kesepuhan.

Pada literatur lain menyebutkan bahwa Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun sekitar tahun 1849. Seperti yang dirilis Pemprov Jabar dalam halaman resminya jabarprov.go.id. Dalam halaman resmi Pemprov Jabar itu menyebutkan masjid bersejarah itu dibangun oleh Sunan Kalijaga dan Raden Sepat, seperti yang dijelaskan oleh Ismail. Pembangunan masjid dibuat dalam waktu semalam dan dibantu oleh 200 pekerja.

Dalam halaman resmi itu juga menyebutkan tentang makna penamaan masjid. Nama Sang Cipta Rasa merupakan pengejawantahan dari rasa dan kepercayaan.

Hadiah Sunan Gunung Jati untuk Istri

Sunan Gunung Jati saat itu telah mempersunting Nyi Mas Pakungwati, putri tunggal Pangeran Cakrabuana (Radem Walang Sungsang) bin Raden Pamanah Rasa (Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja).

Nyi Mas Pakungwati adalah pewaris tunggal tahta Keraton Caruban Larang. Ia menikahi Sunan Gunung Jati yang kemudian naik tahta sebagai sultan pertama Kesultanan Cirebon.

Masjid Agung ini merupakan aktualisasi rasa cinta Sunan Gunung Jati atau Syekh Maulana Syarif Hidayatullah kepada sang istri.

"Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan hadiah bagi Nyi Mas Pakungwati dari Sunan Gunung Jati," demikian keterangan Moh Ismail salah seorang pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Agung Sang Cipta Rasa.

Menurut cerita rakyat, pembangunan masjid ini hanya dalam tempo satu malam, pada dini hari keesokan harinya telah dipergunakan untuk sholat Subuh.

Moh Ismail yang juga seorang muazin azan pitu atau azan tujuh di Masjid Agung Sang Cipta Rasa itu mengaku, tak banyak literatur yang menjelaskan secara detil pembangunan masjid dengan tembok warna merah ini.

Lima Kali Pemugaran

Masjid yang memiliki saka tatal, suatu tiang yang terdiri atas susunan potongan kayu (tatal) yang diikat satu sama lain, dan dua buah maksurah ini telah mengalami lima kali pemugaran.

Pada 1934 Pemerintah Hindia Belanda melakukan perbaikan masjid secara keseluruhan, dipimpin oleh Ir. Krijgsman. Pada tahun 1960 P. Sulaeman Sulendraningrat, Habib Syekh dan R. Amartapura memperbaiki atap dan talang.

Pemerintah Daerah Kota Cirebon memperbaiki serambi depan pada 1972-1974. Selanjutnya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melaksanakan pemugaran bangunan inti pada 1975-1976, yang dilanjutkan pada 1976-1978 memugar tiang soko guru, tempat wudhu, peturasan, bangunan tengah, samping kiri-kanan dan penggantian atap sirap kayu jati. Pelaksanaan renovasi ini selesai pada 23 Februari 1978.

Arsitektur

Atap masjid ini bentuknya hampir sama dengan peninggalan kerajaan Islam lainnya. Atap limas Masjid Agung Sang Cipta Rasa bersusun tiga dan ukurannya semakin ke atas semakin kecil. Secara garis besar, masjid ini terdiri dari dua bagian, yaitu ruang utama dan serambi.

Ruang utamanya yang berukuran 17,8 x 13,3 meter terdiri dari enam ruangan yang dikelilingi tembok setinggi tiga meter. Pada dinding tersebut juga terdapat sembilan buah pintu dari bahan kayu yang melambangkan sembilan anggota Wali Songo. Satu pintu di sebelah timur dan masing-masing 4 pintu di utara dan selatan, terdiri atas 2 daun pintu dan polos.

Di ruang utama juga terdapat 30 tiang berbentuk bulat dengan diameter 40 cm yang berdiri di atas umpak-umpak. Beberapa bagian dinding masjid dihias dengan lubang angin berbentuk belah ketupat bergigi serta pilaster berhias motif teratai dan sulur-sulur pada bagian atas dan bawahnya.

Sementara pada beberapa bagian dinding lainnya dijumpai arsitektur bercorak China, lebih tepatnya dihiasi porselen buatan China berbentuk piring warna merah dan biru yang dibuat pada masa Dinasti Ming.

Selain itu, ruang utama masjid juga terdapat mihrab, mimbar, dan maksurah. Atap mihrab berbentuk lengkungan berhias motif bunga matahari dengan lidah api dan sulur-sulur yang disangga menggunakan tiang. Lantainya ada tiga buah batu tegel yang dulunya dipasang masing-masing oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga. Tiga buah batu tegel itu menyimbolkan Iman, Islam, dan Ikhsan.

Mimbar yang diberi nama Sang Renggakosa letaknya di utara mihrab dan tidak menempel pada dinding. Sedangkan maksurah atau pagar berbentuk palang kayu untuk tempat sholat pada masjid ada dua, yaitu maksurah Sultan Kesepuhan terletak di kiri mimbar dengan pintu masuk pada sisi barat dan maksurah Sultan Kanoman terletak di sebelah selatan dan pintu masuknya di bagian timur.

Serambi Masjid

Serambi masjid terbagi ke dalam dua bagian, yaitu serambi dalam dan serambi luar. Serambi dalam terdiri atas serambi selatan, timur, utara dan barat. Serambi yang terletak di sebelah selatan ruang utama dinamakan Prabayaksa, sementara Serambi timur dinamakan Pemandangan.

Pada serambi utara terdapat sebilah rotan yang berfungsi sebagai penjemur baju Sunan Kalijaga dan beduk Sang Guru Mangir atau Kyai Buyut Tesbur Putih yang panjangnya mencapai satu meter dengan diameter 80 cm. Sedangkan serambi luar terdiri atas serambi timur, selatan, dan utara.

Serambi timur terdiri atas dua serambi berbentuk persegi panjang dengan ubin berwarna merah tua, tanpa dinding, dan atapnya berbentuk limas. Serambi selatan berfungsi sebagai tempat shalat kaum perempuan (pawastren), sementara serambi utara berdampingan dengan serambi pemandangan.

Zam-zam

Salah satu bagian yang paling sakral adalah sumur yang sekaligus jadi tempat berwudhu. Sumur ini terletak di beranda bagian utara Masjid Agung Cirebon. Namanya adalah Banyu Cis Sang Cipta Rasa.

Bentuknya memang tak seperti sumur, melainkan dua buah kolam yang masing-masing berbentuk bulat. Dulu, dua kolam ini merupakan tempat wudhu para Wali Songo termasuk Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati.

Air dari sumur ini konon sama murninya dengan air zam-zam dari Arab Saudi. Air dari sumur ini diyakini berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit, serta memelihara kesehatan. Tak heran sumur ini dikeramatkan oleh warga Cirebon, terdapat pagar pendek yang mengelilingi dua kolam tersebut.

Banyu Cis Sang Cipta Rasa pun ramai dikunjungi warga dan wisatawan terutama pada bulan suci Ramadan. Airnya pun teruji aman untuk diminum. Anda bisa mencobanya sendiri saat berkunjung ke masjid kebanggaan warga Cirebon ini.

Tradisi

Ada tradisi hingga saat ini masih dipertahankan di masjid ini, yakni tujuh muazin mengumandangkan adzan secara bersamaan atau dikenal sebagai adzan pitu (tujuh).

Konon, pada zaman dahulu, menjelang sholat subuh masjid ini diganggu oleh Aji Menjangan Wulung yang datang menebarkan petaka. Beberapa muadzin mencoba mengumandangkan adzan justru tewas dihajar Aji Menjang Wulung tersebut.

Untuk mengusur Aji Menjang Wulung, Sunan Gunung Jati memerintahkan tujuh muadzin mengumandangkan adzan secara bersamaan. Hingga kini cara tersebut masih dipertahankan sebagai adzan menjelang sholat Jumat. Ketujuh muadzin mengenakan pakaian serba putih.

Kompleks Makam

Selain masjid, di kompleks ini terkubur 29 orang bangsawan keturunan Sunan Gunung Jati yang sampai hari ini masih terpelihara dengan baik. Ada 12 orang juru kunci berpakaian kain dan ikat kepala dengan tugas masing-masing sesuai dengan jenjang kepangkatannya. Secara umum mereka bertugas menjaga dan memelihara makam Sunan Gunung Jati berikut keturunannya serta benda-benda yang ada di sekitarnya.

Tags