Blog Islam Sehari-hari Sholat

Masjid Agung Demak, Pelopor Penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa

Ilustrasi Masjid Agung Demak, Jawa Tengah. (Foto Tangkapan layar YouTube)
Ilustrasi Masjid Agung Demak, Jawa Tengah. (Foto Tangkapan layar YouTube)

Kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran ajaran Islam. Di sini tempat berkumpulnya para Wali Songo. Penyebutan Wali Songo merujuk pada ulama yang menyebarkan agama Islam di Jawa.

"Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Inilah yang mendasari Demak mendapat sebutan kota wali," ujar Drs KH Abdullah Syifa', Ketua Umum Pengurus Takmir Masjid Agung Demak kepada Sarung Mangga.

Masjid ini berlokasi Alun-alun simpang enam Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak ± 26 km dari Kota Semarang, ± 25 km dari Kabupaten Kudus, dan ± 35 km dari Kabupaten Jepara.

Menurut Cagar Budaya Kemendikbud, Masjid Agung Demak dibangun dengan gaya khas Majapahit, yang membawa corak kebudayaan Bali. Gaya ini berpadu harmonis dengan langgam rumah tradisional Jawa Tengah.

Persinggungan arsitektur Masjid Agung Demak dengan bangunan Majapahit bisa dilihat dari bentuk atapnya. Namun, kubah melengkung yang identik dengan ciri masjid sebagai bangunan Islam, malah tak tampak. Sebaliknya, yang terlihat justru adaptasi dari bangunan peribadatan agama Hindu.

Sejarah Berdirinya Masjid Agung Demak

Pembangunan masjid ini dilakukan pada abad ke-15 Masehi oleh Raden Patah yang merupakan raja pertama Kesultanan Demak bersama Wali Songo. Berbeda dari masjid pada umumnya yang memiliki kubah, atap masjid ini justru berbentuk limas dan bersusun tiga. Atapnya ini sarat akan makna tentang ajaran Islam, yaitu tentang Iman, Islam, dan Ihsan.

"Makna bangunan masjid bertingkat, bukan kubah seperti masjid pada umumnya. Artinya, Iman maknya pondasi keimanan harus kuat, Islam maknya orang biar yakin dulu Islam itu apa, selanjutnya ikhsan diharapkan umat muslim punya akhlak. Di posisi paling atas adalah mahkota di mana kekuasaan tertinggi adalah hak veto Allah SWT sebagai penentu akhir dari setiap usaha manusia," demikian penjelasan Suwagiyo, Sie Administrasi Museum dan Perpustakaan Masjid Agung Demak kepada Sarung Mangga.

Atap Masjid Demak ditopang empat saka atau tiang, yaitu di barat laut, barat daya, tenggara, dan timur laut. Pembuatan saka atau tiang ini dilakukan langsung oleh empat wali dari Wali Songo. Mereka adalah Sunan Bonang membangun tiang barat laut, Sunan Gunung Jati barat daya, Sunan Ampel tenggara, dan Sunan Kalijaga timur laut.

Tiang yang dibuat oleh Sunan Kalijaga dikenal dengan nama saka tatal, atau saka guru tatal. Tiang ini termasuk unik, karena dibuat dari serpihan dan potongan-potongan kayu.

Serpihan dan potongan kayu itu disatukan, diikat, lalu dihaluskan. Dalam satu keterangan disebut bahwa ikatan itu dilepas beberapa tahun kemudian. Namun dalam keterangan yang lain disebutkan bahwa proses pembuatan saka guru tatal, dari menyatukan serpihan kayu, mengikat, dan menghaluskan hanya butuh waktu satu malam.

Saka tatal memiliki makna filosofi yang mendalam. Serpihan kayu yang berbeda ukuran itu melambangkan perbedaan suku yang ada di wilayah Nusantara. Namun perbedaan-perbedaan itu tetap dapat disatukan, bahkan bisa menjadi kekuatan ketika sudah dihaluskan

Prasasti

Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid dengan memberi gambar bulus di bagian mihrab atau tempat imam memimpin jemaah sholat. Ini merupakan Prasasti Condro Sengkolo Memet, artinya Sariro Sunyi Kiblating Gusti, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 Masehi.

Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Shofar.

Di Masjid ini juga terdapat Pintu Bledeg (petir) yang dibuat oleh Ki Ageng Selo. Prasasti Condro Sengkolo ini artinya Nogo Mulat Saliro Wani bermakna tahun pembuatan 1388 saka atau 1466 Masehi.

Pintu ini sebenarnya sama seperti pintu pada umumnya. Namun terdapat beragam ornamen beraneka ragam, mulai dari kepala naga dengan mulut terbuka, semburan api, mahkota, sulur-suluran, hingga Surya Majapahit. Konon ornamen pintu petir ini merupakan gambar petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo. Dia merupakan keturunan Prabu Brawijaya dari Majapahit.

Sementara itu, Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M.

Di sisi lain ada Pawestren, merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jemaah perempuan. Dibuat menggunakan konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa sirap (genteng dari kayu) kayu jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, di mana 4 diantaranya berhias ukiran motif Majapahit. Luas lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m. Pawestren ini dibuat pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan motif ukiran Maksurah atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M.

Museum Masjid Agung Demak

Di kompleks ini juga terdapat Museum Masjid Agung Demak, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat Masjid Agung Demak. Jumlah koleksi benda bersejarah di museum ini mencapai lebih dari 60 koleksi. Museum ini berdiri di atas lahan seluas 16 meter persegi yang berada di kompleks Masjid Agung Demak. Dibangun dengan anggaran mencapai Rp1,1 miliar yang berasal dari APBD Demak dan sisanya dari Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Masjid Agung Demak.

Di museum ini utamanya disimpan bagian-bagian soko guru yang rusak. Ukuran tiap potongan kayu beragam, mulai dari 200 hingga 725 centimeter. Diameter tiap potongan kurang lebih 40 centimeter. Lalu sirap, kentongan, dan bedug peninggalan para wali, dua buah gentong (tempayan besar) dari Dinasti Ming hadiah dari Putri Campa abad ke-14.

Lalu Pintu Bledeg, foto-foto Masjid Agung Demak tempo dulu, lampu-lampu dan peralatan rumah tangga dari kristal dan kaca hadiah dari PB I tahun 1710 M, kitab suci Alquran 30 juz tulisan tangan, maket masjid Demak tahun 1845-1864 M, beberapa prasasti kayu memuat angka tahun 1344 Saka, kayu tiang tatal buatan Sunan Kalijaga, lampu robyong masjid Demak yang dipakai tahun 1923-1936 M.

Wisata Religi

Saat ini Masjid Agung Demak masih berfungsi sebagai tempat ibadah umat Islam. Selain itu bangunan ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak tahun 1999. Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak termasuk.

Di antaranya adalah Sultan Fattah yang merupakan raja pertama Kesultanan Demak dan para abdinya. Masjid Agung Demak sempat dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1995.

Salah satu pengunjung, Muhammad mengaku sengaja meluangkan waktu liburnya untuk beribadah dan ziarah kubur ke Masjid Agung Demak.

"Ziarah sekaligus wisata religi karena ada waktu libur. Apalagi masjid ini sebagai cagar budaya," ucapnya.

Ia pun terkesan dengan bangunan Masjid Agungg Demak yang megah warisan dari Wali Songo tersebut. "Semuanya dari keadaan masjid ini, kebersihannya bagus, pengunjungnya juga ramah-ramah," imbuh Muhammad.

Tags