Blog Islam Sehari-hari Haji dan Umrah

Asal Usul Hajar Aswad dan Sejarahnya

Batu Hajar Aswad memiliki sejarah yang cukup penting dalam perkembangan Islam. (Foto: Istimewa)
Batu Hajar Aswad memiliki sejarah yang cukup penting dalam perkembangan Islam. (Foto: Istimewa)

Hajar Aswad adalah jenis bebatuan yang mengkilap dan tidak rata. Batu ini bewarna hitam kemerah-merahan. Selain itu juga terdapat bercak kuning. Hajar Aswad merupakan batu sejenis meteor.

Menurut hadist riwayat Tirmidzi, Hajar Aswad adalah batu-batuan dari surga. Ada juga yang menyebut Hajar Aswad merupakan batu vulkanik.

Batu hitam ini tentu saja dikenal baik oleh sebagian besar umat Islam. Khususnya untuk para Jemaah haji. Batu ini juga memiliki sejarah yang cukup penting dalam perkembangan Islam.

Asal Mula Hajar Aswad

Melansir dari berbagai sumber, Hajar Aswad dibawa dari surga dan dipersembahkan khusus untuk Nabi Ibrahim dan ditempatkan di sudut Ka'bah.

"Batu hitam turun dari surga dan itu lebih putih dari susu, tetapi dosa anak-anak Adam mengubahnya menjadi hitam." (HR Tirmidzi).

Menurut sejarah lain, Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT untuk membangun Ka'bah yang merupakan tempat ibadah pertama yang dibangun di dunia.

Dalam kitab, Qishash al-Anbiyaa', Ibnu Katsir menyebutkan Nabi Ibrahim menemukan satu ruang kosong untuk menutupi tembok. Ruang kosong itu ditemukan saat pembangunan Ka'bah hampir selesai.

Lalu, Nabi Ibrahim meminta anaknya yaitu Nabi Ismail AS untuk mencari batu guna menutupi ruang kosong tersebut. Ismail pun berkelana mencari batu.

Saat di perjalanan Nabi Ismail bertemu dengan Malaikat Jibril. Jibril memberikan sebuah batu hitam (Hajar Aswad) yang paling bagus. Ismail lalu menerima batu tersebut dengan senang hati dan menceritakan kepada ayahnya.

Ibrahim bertanya pada putranya, "Dari mana kamu peroleh batu ini?" Ismail menjawab, "Batu ini aku dapat dari yang tidak memberatkan cucuku dan cucumu."

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mencium batu tersebut. Dari situlah, banyak umat Islam yang menjalankan ibadah haji dan berharap dapat mencium batu yang terletak di sudut timur Ka'bah tersebut.

Kisah Nabi Muhammad SAW dan Hajar Aswad

Nabi Muhammad SAW juga memiliki kisah dengan Hajar Aswad. Menurut buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW: dari Sebelum Masa Kenabian hingga Sesudahnya karya Abdurrahman bin Abdul Karim, Nabi Muhammad SAW terlibat dalam renovasi Ka'bah.

Awal mulanya, saat Muhammad berumur 35 tahun terjadi banjir bandang yang merobohkan dinding Ka'bah. Sebelum itu, dinding Ka'bah rusak karena terbakar.

Kabilah Quraisy merasa perlu untuk membangun kembali Ka'bah. Untuk merenovasi Ka'bah harus dibongkar terlebih dahulu.

Bersama pamannya, Abbas, Muhammad ikut mengangkat bebatuan saat merenovasi Ka'bah. Sedangkan untuk urusan pembangunan, diserahkan kepada seorang arsitek berkebangsaan Romawi bernama Baqum.

Mereka kemudian membangun dinding sederhana sebagai tanda dinding tersebut adalah bagian dari Ka'bah. Bagian ini dikenal dengan nama Hijr Ismail atau Al-Hathim.

Ketika pembangunan sampai bagian Hajar Aswad, setiap pembesar kabilah berkeinginan untuk meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya. Maka terjadilah pertengkaran dan perselisihan di antara mereka.

Pertengkaran tersebut terjadi selama 4-5 hari, dan hampir saja memicu pertumpahan darah di Tanah Suci. Pertengkaran tersebut kemudian dihentikan oleh Abu Umaiyah ibnu al-Mughirah al-Makhzummi mengusulkan agar orang yang berhak meletakkan Hajar Aswad adalah orang pertama di antara mereka yang masuk Ka'bah dari pintu masjid (pintu Bani Syaibah).

Takdir Allah SWT menetapkan orang pertama yang masuk Ka'bah adalah Muhammad SAW. Saat itu, orang-orang percaya Muhammad sebagai Al-Amin yaitu orang yang terpercaya.

Keistimewaan Mencium Hajar Aswad

Ketika umat Islam melakukan thawaf saat ibadah haji, umat Islam disunnahkan mencium Hajar Aswad atau mengangkat tangan (istilam) ke arahnya.

Menurut buku Tapak Sejarah Seputar Mekah-Madinah karya Muslim H. Nasution, disebutkan bahwa di hari kiamat, Hajar Aswad akan memberikan kesaksian terhadap orang-orang yang melakukan istilam terhadapnya. Maka dari itu, bagi orang yang mencium ataupun mengangkat Hajar Aswad, maka orang tersebut akan diberi syafaat di hari kiamat.

Meskipun dinilai istimewa bagi yang dapat menciumnya, tapi perlu diingat ya bahwa hukum mencium Hajar Aswad adalah sunnah. Sehingga tidak perlu memaksakan diri untuk berdesak-desakan mencium Hajar Aswad saat melakukan ibadah haji.

Sebagaimana riwayat Umar Bin Khattab ketika mencium Hajar Aswad, bahwa dirinya menciumnya semata karena dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ

Artinya: "Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudhorot (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu." (HR Muslim).

5 Fakta Hajar Aswad

  1. Ada di sudut timur Ka'bah, titik awal pelaksanaan tawaf

Hajar Aswad sendiri ditempatkan di sudut timur Ka'bah. Hajar Aswad terdiri dari delapan keping batu yang diikat dalam lingkaran perak, dan ditanam pada ketinggian 110 centimeter dari tanah. Batu ini tampak licin karena terus menerus dicium dan diusap-usap jemaah haji dan umrah sejak zaman Ibrahim As.

Sudut Hajar Aswad merupakan tempat mulia. Tawaf pun harus dimulai dari sudut ini. Setiap jemaah yang akan memulai tawaf diharuskan menghadap ke Hajar Aswad, kemudian ia akan memberi isyarat sambil berucap basmalah dan takbir, lalu mundur sedikit dan memposisikan Kakbah di sebelah kirinya, kemudian mulai berjalan.

Setelah itu jemaah akan melewati Rukun Iraki atau sisi utara, lalu rukun Syami atau sisi barat. Kemudian Rukun Yamani atau sisi selatan dan kembali lagi ke Hajar Aswad yang menghadap timur.

  1. Posisinya enam jengkal dari tanah dan Rasulullah pernah menciumnya

Imam Ahmad dan al-Bukhari meriwayatkan bahwasanya Rasulullah pernah berhenti di Hajar Aswad dan berkata, "Sesungguhnya aku tahu engkau hanyalah batu yang tidak mendatangkan bahaya atau manfaat." Lalu, Nabi mengecupnya.

Demikian pula ketika Abu Bakar ra menunaikan ibadah haji, ia berhenti di Hajar Aswad dan berkata, "Sesungguhnya aku tahu betul engkau hanyalah batu yang tidak bermanfaat dan tidak berbahaya. Jika Rasulullah tidak menciummu, aku tidak akan menciummu." Umar bin Khaththab ra ketika ia menunaikan ibadah haji bersama kaum muslimin pun melakukan hal yang sama.

Sementara Ibnu Bathuthah sebagai sosok petualang menggambarkan Hajar Aswad sebagaimana ia saksikan saat berkunjung ke Mekah. Ia menuturkan, "Hajar Aswad yang tingginya enam jengkal dari tanah itu membuat orang yang badannya tinggi harus menunduk ketika hendak menciumnya dan orang yang berbadan kecil harus mendongak.

Hajar Aswad ditempatkan di sudut yang menghadap timur, lebarnya sepertiga jengkal dan panjangnya sejengkal lebih sedikit. Tidak ada yang tahu berapa dalam ia masuk ke sudut itu. Hajar Aswad sendiri terdiri dari empat potongan yang menempel dan dilindungi lempengan perak. Perpaduan antara lempengan perak dan batu yang berwarna hitam ini membuatnya tampak elok dan jelas.

Orang-orang merasa nikmat saat mengecupnya, seolah-olah bibir mereka tidak ingin lepas. Hal itu karena Nabi Muhammad pernah bersabda, 'Hajar Aswad adalah sumpah Allah yang ada di bumi.' Adapun Hajar Aswad yang sebenarnya adalah potongan yang disebelahnya ada al mawali, yakni titik-titik putih terang seperti permata yang ada di dalam lingkaran perak."

  1. Pernah terjadi keributan siapa yang berhak mengangkat dan meletakkan Hajar Aswad saat Ka'bah dipugar

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, di antara peristiwa penting yang terkait Hajar Aswad terjadi pada abad 16 sebelum hijriyah (606 Masehi), yaitu ketika suku Quraisy memugar Ka'bah.

Pada saat itu hampir saja terjadi pertumpahan darah yang hebat karena sudah lima hari lima malam terjadi situasi genting, di mana empat kabilah dalam suku Quraisy terus bersitegang pada pendapat dan kehendak masing-masing siapa yang mengangkat dan meletakkan kembali batu itu ke tempatnya semula karena pemugaran Ka'bah sudah selesai.

Saat itu muncul usulan dari Abu Umayyah bin Mughirah Al Mikhzumi yang mengatakan, "Alangkah baiknya kalau keputusan ini kita serahkan kepada orang yang pertama kali masuk masjid hari ini."

Pendapat sesepuh Quraisy ini pun disetujui, dan ternyata yang pertama kali masuk masjid adalah Muhammad bin Abdullah yang waktu itu masih berusia 35 tahun. Sudah menjadi rahasia waktu itu kalau akhlak dan budi pekerti Muhammad telah terkenal jujur dan bersih sehingga dijuluki Al Amin, orang yang terpercaya.

Muhammad lalu menuju tempat penyimpanan Hajar Aswad lalu membentangkan sorbannya dan meletakkan batu mulia itu di tengah-tengah sorban, kemudian meminta satu orang wakil dari masing-masing kabilah yang sedang bertengkar memegang sudut-sudut sorban itu dan bersama-sama menggotongnya ke sudut di mana batu itu hendak diletakkan. Supaya adil, Muhammad pulalah yang memasang batu itu ke tempatnya semula.

  1. Pernah diuji dalam air dan dibakar

Kisah lain yang sangat penting terjadi pada musim haji tahun 317 hijriyah, saat Islam sangat lemah dan terpecah belah, sehingga kesempatan itu dimanfaatkan Abu Tahir Al Qummuthi seorang kepala suku di jazirah Arab bagian timur untuk merampas Hajar Aswad.

Dengan 700 anak buahnya ia mendobrak Masjidil Haram dan membongkar Ka'bah secara paksa lalu merebut dan mengangkutnya ke negaranya. Ia lalu membuat maklumat yang menantang umat muslim mengambil batu itu dengan perang atau membayar sejumlah uang yang sangat besar. Baru setelah 22 tahun, tahun 339 Hijriyah, batu itu dikembalikan ke Mekah oleh Khalifah Abbasiyah Al Muthilillah setelah ditebus dengan uang 30.000 dinar.

Dalam kitab Ikhbarul Kiraam diterangkan ketika Abdullah bin Akim menerima batu dari pemimpin suku Qummuth, batu itu langsung dimasukkan ke dalam air dan tenggelam, kemudian diangkat dan dibakar, ternyata pecah, maka ia menolak batu itu karena palsu.

Pemimpin Qummuth lalu memberikan batu yang kedua yang sudah dilumuri minyak wangi dan dibungkus dengan kain sutra yang sangat cantik. Namun Abdullah tetap menguji keasliaannya dengan memasukkan ke air. Batu itu kembali tenggelam dan pecah oleh api.

Kemudian pemimpin Qummuth memberikan batu ketiga, dan diuji seperti dua batu sebelumnya. Keanehan muncul, batu itu mengapung di air dan tidak pecah ketika dibakar, bahkan tidak terasa panas. Abdullah pun menyatakan batu itu asli Hajar Aswad.

Pemimpin Qummuth yang terheran-heran bertanya bagaimana Abdullah mendapat ilmu menguji batu itu. Abdullah menjawab, "Nabi pernah mengatakan, Hajar Aswad akan menjadi saksi tentang siapa-siapa yang pernah menyalaminya dengan niat baik atau tidak baik. Hajar Aswad juga tidak akan tenggelam di dalam air dan tidak panas dalam api."

Riwayat lain soal Hajar Aswad yang disampaikan Ath-Thabari, saat pembangunan Ka'bah oleh Ibrahim As dan Ismail As hampir selesai, dirasa ada yang kurang. Saat itu Ismail akan menyempurnakannya dengan benda lain, namun Ibrahim menolak dan meminta Ismail mencari batu seperti yang diperintahkannya. Ismail pun pergi mencari batu, tetapi ketika ia kembali ternyata Ibrahim sudah meletakkan sebuah batu hitam. Ismail pun bertanya dari mana ayahnya mendapatkan batu itu. Ibrahim menjawab dari malaikat Jibril yang membawanya dari langit.

Ath-Thabari juga menyebutkan riwayat lain yang sama dengan riwayat sebelumnya, hanya saja lebih rinci. Ath-Thabari menyandarkan riwayat itu kepada Ali bin Abi Thalib ra.

  1. Hasil pengujian ilmiah Hajar Aswad

Sifatnya yang unik membuat asal usul Hajar Aswad terus diperdebatkan sejak dahulu. Dalam riwayat hadis At Tirmidzi, batu hitam itu berasal dari surga, yang dibawa Nabi Adam AS ke bumi. Awalnya kata hadis itu, Hajar Aswad berwarna putih. Tetapi karena menyerap dosa-dosa manusia di bumi, batu ini berubah warna menjadi hitam.

Sebagian muslim menyakini batu ini adalah meteorit yang berasal dari luar angkasa. Namun hipotesis ini belum terbukti kebenarannya. Ada pula yang menyebutnya sebagai batu basalt, batu agate (akik) atau kaca alami.

Kurator koleksi perhiasan Kerajaan Austro-Hungaria, Paul Partsch, merupakan orang pertama yang memperkirakan Hajar Aswad sebagai batu meteor pada 1857. Namun berdasarkan ciri fisiknya, Robert Dietz dan John McHonde pada 1974 menyimpulkan Hajar Aswad sebenarnya batu akik.

Pada 1980, Elsebeth Thomsen dari University of Copenhagen menawarkan hipotesis baru. Menurut dia, Hajar Aswad merupakan fragmen kaca yang pecah akibat tumbukan meteor yang jatuh di Wabar, sebuah tempat di gurun Rub’ al Khali, 1.000 km di timur Mekah. Meteor ini diperkirakan jatuh pada 6.000 tahun lalu. Namun hipotesis ini pun belum bisa dipastikan kebenarannya.

(WIT)

Tags