Blog Kisah - kisah Sahabat Nabi

Sejarah Perang Uhud dan Hikmah Dibalik Peristiwa

Ilustrasi Perang Uhud yang terjadi di Jabal Uhud. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi Perang Uhud yang terjadi di Jabal Uhud. (Foto: Istimewa)

Perang Uhud adalah salah satu pertempuran paling besar dalam sejarah umat Islam. Ada ratusan pasukan sahabat Nabi Muhammad SAW yang menjadi korban, dan bahkan Nabi Muhammad SAW pun terluka.

Lokasinya adalah di Jabal Uhud, yang merupakan bukit yang bernilai sejarah pada sejarah Islam. Pasukan umat muslim yang bergerak di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW pun bertempur totalitas melawan musyrikin Makkah.

Perang Uhud berawal dari dendam kaum kafir karena kalah di Perang Badar pada bulan Ramadhan 624 Masehi. Kekalahan dalam Perang Badar telah mematikan aktivitas perdagangan kota Mekkah. Maka, Abu Sufyan yang tidak mengakui Muhammad SAW sebagai nabi menyuruh penduduk Makkah untuk menyerang umat muslim.

Setahun setelah Perang Badar, Abu Sufyan memimpin pasukan Quraisy dan membawa kira-kira 3.000 orang pasukan elit dan 200 pasukan kavaleri. Rombongan ini memulai perjalanannya dari Makkah hingga dua mata air Lembah Sabkhah.

Pasukan muslimin baru mendapatkan informasi mengenai ancaman yang mengintai kaum muslim yang berada di Madinah. Informasi ini dibawa oleh paman Nabi yang bernama Abbas dan disampaikan melalui surat yang ditujukan kepada Nabi Muhammad. Nabi pun mengirim seorang mata-mata untuk menandai musuh, lalu mengadakan pertemuan dengan kaum muslimin pada Jumat 6 syawal, 3 H.

Nabi menginstruksikan para pasukan untuk tetap berada di dalam Madinah dan membiarkan pasukan Abu Sufyan menyerbu Madinah. Tujuannya agar mereka dapat memukul mundur lawan dan menghindari pertempuran di area terbuka karena kaum muslimin kalah jumlah, persiapan, dan pengalaman tempur.

Namun, kaum muslimin masih enggan berperang di jalan-jalan Madinah. Mendengar perkataan mereka, Nabi langsung memakai baju zirah dan menyiapkan persenjataan untuk berperang. Reaksi ini menimbulkan perdebatan di antara pasukan. Akhirnya paman Rasullullah, Hamzah bin Abdul Mutholib diminta untuk menyampaikan bahwa para pasukan menyerahkan keputusan terakhir di tangan Nabi Muhammad.

Mendengar hal itu, Nabi berkata, “Bukanlah seorang Nabi, bila Ia telah memakai baju zirahnya, lalu menanggalkannya dan surut sebelum perang terlaksana,” Kemudian, ia pun pergi ke pegunungan Uhud Bersama dengan pasukannya yang hanya berjumlah sepertiga dari jumlah pasukan Quraisy (1.000).

Jumlah pasukan Nabi berkurang lagi karena beberapa pasukan memilih untuk pulang ke Madinah karena 2 alasan. Mereka pesimis karena setelah berjalan jauh, perkemahan musuh masih belum terlihat dan mereka tidak ingin berperang di luar teritori kota Madinah.

Awal Kekalahan

Ketika pasukan Nabi Muhammad tiba di Bukit Uhud, ia mengatur formasi mereka. Lima puluh orang pemanah di puncak bukit dengan Abdullah bin Jubair sebagai pemimpinnya, sedangkan yang lain bersiap di antara bukit bertugas melawan musuh.

Awalnya pertempuran didominasi oleh pasukan Nabi Muhamad, namun keadaan berbalik ketika pasukan yang berada di bukit melihat kemenangan di depan mata. Mereka sudah tidak sabar ingin mengambil harta rampasan lawan.

Ibnu Jubair yang memimpin pasukan pemanah sudah memperingatkan pasukan untuk ingat pesan Nabi Muhammad. Namun, para pasukan sudah gelap mata dan turun ke bukit untuk mengambil harta rampasan. Inilah yang memicu kehancuran mereka.

Banyaknya jumlah kaum muslimin yang mengambil harta rampasan membuat posisi pertahanan mereka kosong dan membuka celah bagi kaum Quraisy untuk menyerang mereka balik dari arah depan dan belakang. Akibatnya, kaum muslim yang seharusnya dilindungi oleh pasukan muslim pun ikut menjadi korban.

Prajurit muslim yang sudah menyadari kekalahan mereka pun kabur ke arah kota Madinah untuk menyelamatkan diri. Mereka bahkan lupa bahwa Rasullullah dan pasukan yang lain masih berada di medan perang. Maka, Rasullullah dan sebagian pasukan tewas. Di antara pasukan itu, ada juga pahlawan Islam seperti Hamzah dan Mush’ab bin Umair.

Hikmah dari Perang Uhud

Surat ali-Imran ayat 53 fa atsābakum diterjemahkan sebagai “mengganjar kamu” menandakan bahwa Allah masih mengasihi mereka yang berbuat salah.

Maka, kesalahan yang diperbuat kaum muslimin bisa dijadikan pembelajaran dari Perang Uhud. Karena kemurahan hati Allah, terdengar kabar bahwa Rasullullah tidak meninggal, melainkan hanya terluka.

Kita bisa mengambil pembelajaran dari Perang Uhud bahwa hal yang buruk seringkali terjadi karena ketidaktaatan umat Islam kepada Allah dan perintah Rasul-Nya.

Pelajaran yang bisa diambil dari Perang Uhud diantaranya:

  1. Mengajarkan kepada seluruh mukmin bahwa ketidaktaatan kepada perintah akan berakhir buruk. Sesungguhnya pada hari itu Rasulullah SAW telah berkali-kali memperingatkan para pemanah dengan berkata, “Jangan sampai kalian meninggalkan tempat ini!”

    Pada saat itu, seharusnya mereka menaati perintah Rasulullah SAW, tetapi malah lalai terpancing atas tabiatnya dan pergi dari tempatnya untuk mengumpulkan ganimah hingga akhirnya hal tersebut menjadi sebab kekalahan.

  2. Allah SWT menguji para nabi dan rasul dengan berbagai macam musibah. Namun, akhir yang paling baik dapat mereka raih. Pada akhirnya, seluruh musuh Nabi Muhammad SAW bertekuk lutut atas hukumnya. Walaupun pada awalnya selalu dihiasi dengan perang dan pertolongan, kepedihan dan tekanan, tetapi inilah hikmahnya, “Seandainya Rasulullah SAW selalu mendapat kemenangan dan pertolongan, masyarakat akan beriman dengan terpaksa dan orang mukmin dan munafik tidak dapat dibedakan. Namun, ketika beliau menerima kekalahan, orang-orang munafik bermunculan, sedangkan orang mukmin yang bersabar akan naik derajatnya.”

  3. Allah SWT menakdirkan orang mukmin di dunia dengan bermacam-macam derajat yang tinggi, derajat ini tidak dapat diperoleh hanya dengan amal ibadah saja, tetapi harus disertai dengan musibah dan ujian yang berat. Oleh karena itu, Allah SWT terkadang memberikan ujian berupa masalah dan kesulitan kepada hamba-hamba-Nya.

(WIT)

Tags